Setelah selama hampir seminggu menuai protes,
akhirnya plang baru nama jalan Malioboro Yogyakarta diganti dengan yang
lama. Secara otomatis, plang nama jalan ini tetap menampilkan aksara
Jawa dan didominasi warna hijau dengan berbagai aksen “jadul”.
Saya sedang berjalan-jalan Rabu (5/9/2012)
siang ketika mendapati beberapa pekerja sedang menghaluskan semen
pondasi yang menopang plang nama jalan Malioboro dekat stasiun Tugu.
Saya terkejut, karena plang baru warna-warni yang sempat menghebohkan
masyarakat juga ranah maya ternyata sudah hilang, dan plang lama yang
berwarna hijau sudah terpasang. Setelah saya bertanya, barulah salah
satu pekerja mengatakan bahwa memang plang lama kembali dipasang,
karena menindaklanjuti keluhan masyarakat.
Akhirnya saya memutuskan mengonfirmasi hal
ini langsung ke pihak Dinas Pariwisata kota yang kebetulan kantornya
tidak jauh dari situ. Dengan wawancara singkat bersama Kepala Divisi
Keamanan dan Ketertiban Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Syamsudin,
saya dapatkan informasi bahwa pengembalian plang lama nama jalan
Malioboro adalah bentuk respon pemerintah kota terhadap pendapat
masyarakat.
“Ya memang kita bergerak cepat, Mas. Begitu
tahu masyarakat sekitar malioboro, pedagang sampai wisatawan mengadukan
keluhannya terkait plang baru, kita langsung copot dan pasang kembali
plang yang lama,” kata Syamsudin usai mengikuti rapat terbatas di kantor
UPT Malioboro.
Sebagai catatan, plang baru nama jalan
Malioboro sempat menuai protes di kalangan masyarakat sekitar, wisatawan
sampai pengguna media sosial. Plang baru yang berbentuk kotak lampu
berwarna putih dengan tulisan ‘kawasan jalan-jalan’ lengkap dengan
ilustrasi warna-warni itu dianggap menghilangkan nilai sejarah dan
budaya Malioboro yang begitu kental. Beberapa kritik menyampaikan bahwa
plang lama yang berupa seng berbingkai dua dimensi berwarna hijau dengan
tulisan putih lengkap dengan aksara jawa di bawah tulisan Malioboro itu
lebih Njogjani. Lebih menonjolkan nilai historis Jogja.
Syamsudin pun tidak menampik hal itu. Ia
menuturkan, sebetulnya penggantian plang ke desain baru dilakukan
sebagai bagian dari revitalisasi kawasan wisata Malioboro. Revitalisasi
kawasan yang berdiri sejak 1755 ini mencakup penertiban reklame dan PKL,
pengaturan kantong-kantong parkir, sampai penataan kawasan pejalan kaki
yang saat ini sudah memasuki tahap kedua berdasarkan Perda No. 26 tahun
2002.
Selain plang nama jalan, beberapa plang yang
menonjolkan kesan muda juga dipasang untuk menandai kawasan pejalan
kaki, jalur kendaraan, dan kawasan perdagangan.
“Revitalisasi Malioboro akan tetap berjalan.
Kita akan fokuskan dulu di penertiban reklame dan pengaturan pedagan
kaki lima,” lanjut Syamsudin. Mengenai bagian pedestrian yang rumputnya
sempat rusak karena terinjak-injak selama musim lebaran baru-baru ini,
pihaknya berencana untuk melanjutkan penanaman sambil menggunakan
strategi yang lebih baik dalam menyosialisasikan revitalisasi kawasan
Malioboro.
Jadi, tidak perlu lagi memprotes plang nama
jalan Malioboro. Sekarang, salah satu objek foto di kota Yogyakarta itu
sudah kembali “jadul”.
kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar