View Merapi Merbabu

Sejoli gunung Merapi Merbabu tampak cerah menghijau.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 22 Juni 2011

Rumah Budaya Tembi, Surga Budaya dan Alam Bantul, Yogyakarta

Satu lagi tempat yang menawarkan keindahan budaya Jawa dan pesona alam pedesaan di Yogyakarta, Tembi Rumah Budaya. Berlokasi di Jalan Parangtritis Km 8,4, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, 55188 DIY.

Tembi Rumah Budaya merupakan gagasan seorang Budayawan Jogja yang menginginkan sebuah tempat sebagai pusat berkreasi produk dengan kualitas tinggi berdasar kebudayaan lokal sehingga kedepannya masyarakat Indonesia mampu menjadi bagian masyarakat dunia yang kreatif dengan mengangkat kebudayaan lokal sebagai ciri khas karyanya.

Rumah Budaya Tembi menyediakan berbagai macam fasilitas, fasilitas yang paling diunggulkan adalah Balai Inap (lodging house). Terdapat 9 buah balai inap yang merupakan rumah asli penduduk, dimana rumah tersebut bernuansakan etnik dan terbuat dari kayu jati yang dipindahkan ke lokasi Rumah Budaya Tembi.

Selain itu terdapat pula Bale Dokumentasi, Bale Rupa, Bale Karya (Open Hall Theatre), Warung Dhahar, Kolam Renang, Pendopo, Angkringan, dll. Kolam Renang di Rumah Budaya Tembi diperuntukan bagi masyarakat umum, dengan harga tiket Rp 15.300,00 (include soft drink dan handuk) anda dapat menikmati indahnya pemandangan langsung desa tembi dengan hamparan sawah yang luas dan udara yang segar.

Semua fasilitas di Rumah Budaya Tembi dikemas secara sempurna dengan nuansa budaya, alam yang nyaman, asri, dan mempesona.Selamat menikmati indahnya Bantul

http://ceritajogja.com/wisata_detail.php?page=5&act=view&id=85

Kerangka manusia ditemukan di barak pengungsian

SLEMAN: Kerangka manusia korban erupsi Merapi kembali ditemukan di dusun Glagahmalang, Glagaharjo, Cangkringan, Senin (20/6). Kerangka tersebut ditemukan tepat di bawah toilet portable barak pengungsian Glagahmalang yang sudah rusak.

Kerangka yang ditemukan tidak utuh, hanya tulang belulang dari dada sampai kaki. Bagian tengkorak sampai sekarang belum berhasil ditemukan. Diperkirakan kerangka itu adalah jenazah relawan yang saat terjadi erupsi 5 November 2010 tengah bertugas menunggu logistik.

Informasi yang dihimpun Harian Jogja menyebutkan, penemuan kerangka itu bermula dari laporan warga Singlar bernama Rumi pada Senin (20/6) sore. Ketika melintas di sekitar truk toilet yang miring itu ia melihat tulang yang muncul dari bawah truk. Karena yakin itu bukan tulang hewan, penemuan itu dilaporkan kepada Komunitas Siaga Merapi (KSM) untuk ditindaklanjuti.

Keesokan harinya Selasa (21/6) dilakukan pencarian kerangka. Terkumpul kerangka mulai dari kaki hingga dada.

Salah satu relawan yang juga warga Glagahmalang, Sutimin, 53, mengatakan kerangka badan utuh ditemukan dalam satu tempat. Posisi korban tengkurap membujur ke utara.

Karena persis di bawah toilet, kemungkinan jenazah tertimpa truk tersebut. “Tapi tengkoraknya dicari-cari belum berhasil ditemukan,” kata Sutimin, Rabu (23/6). Tulang tersebut kini sudah dikirim ke RS Sardjito.(Harian Jogja/Galih Kurniawan)

Foto: Sutimin, 53, tengah menunjukkan lokasi penemuan tulang, Rabu (22/6). (Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Rabu, 08 Juni 2011

Malioboro, Sebuah Ikon Kota Jogja

Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.

Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti "karangan bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.

Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.

Jalan Malioboro merupakan nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.

Tugu Yogyakarta
Tugu Yogyakarta adalah salah satu bangunan peninggalan Sultan Hamengku Buwana I. Pembangunan Tugu tersebut dilakukan untuk memperingati rasa kebersamaan raja (pada waktu itu Pangeran Mangkubumui) dengan rakyat yang bersatu padu melawan Belanda sehingga Pangeran Mangkubumi mendapatkan tanah Mataram. Tugu tersebut dibangun setahun setelah Perjanjian Gianti. Ketinggian Tugu pada waktu dibangun pertama kali adalah 25 meter.

Posisi Tugu Yogyakarta sekarang berada di tengah perempatan jalan besar yakni yang membujur ke utara adalah Jalan AM. Sangaji ke timur Jl. Jenderal Sudirman, ke selatan Jl. Pangeran Mangkubumi-Malioboro, ke barat Jl. Pangeran Dipanegara. Puncak tugu tersebut pada awalnya sebagai titik pandangan Sultan sewaktu menghadiri upacara Grebeg di Bangsal Manguntur, di Sitihinggil Lor.

Dalam bahasa Belanda Tugu Yogyakarta ini lebih terkenal dengan sebutan white paal (tugu putih). Sedangkan masyarakat Yogyakarta generasi tua sering menyebutnya Tugu Pal Putih. Di samping itu, masyarakat Yogyakarta juga sering menyebutnya Tugu Golong Gilig. Hal itu tidak terlepas dari ciri-ciri fisik bangunan itu. Warna putih yang melingkupi seluruh tubuh tugu itu menjadikannya lebih terkenal dengan sebutan Tugu Pal Putih.

Stasiun Tugu
Stasiun utama di kota gudeg ini terletak tepat di jantung kota dan dekat dengan berbagai objek wisata menarik. Turun dari kereta di stasiun ini, anda tak perlu membuang waktu untuk menjangkau hotel dan pusat belanja. Kawasan Malioboro yang terletak tepat di sebelah selatan stasiun menawarkan sejumlah hotel berbintang maupun melati serta pusat belanja tradisional maupun modern.

Stasiun Tugu mulai melayani kebutuhan transportasi sejak 2 Mei 1887, sekitar 15 tahun setelah Stasiun Lempuyangan. Awalnya, stasiun ini hanya digunakan untuk transit kereta pengangkut hasil bumi dari daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Namun sejak 1 Februari 1905, stasiun ini mulai digunakan untuk transit kereta penumpang. Jalur luar kota pertama dibangun tahun 1899, menghubungkan yogyakarta dan Surakarta.

Karena dibangun pada masa kolonial Belanda, maka arsitektur bangunannya pun sangat kental dengan nuansa Eropa. Begitu turun dari kereta, anda akan langsung mengenalinya dari pintu-pintu besar berwarna coklat serta langit-langit yang tinggi dimantapkan dengan warna dinding yang putih. Anda juga bisa menikmati pesona bangunan stasiun yang hingga sekarang masih dipertahankan keasliannya dari depan. Bangunan tampak megah dengan pintu besar dan dua atap yang memayungi jalur kereta

Gedung Agung
Sedangkan Gedung Agung yang terletak di depannya pernah menjadi tempat kediaman Kepala Administrasi Kolonial Belanda sejak tahun 1946 hingga 1949. Selain itu sempat menjadi Istana Negara pada masa kepresidenan Soekarno ketika Ibukota Negara dipindahkan ke Yogyakarta.

Pasar Beringharjo
Selain wisatawan bisa menjumpai barang-barang sejenis yang dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih murah.
Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.

Benteng Vredeburg

Di penghujung jalan "karangan bunga" ini, wisatawan dapat mampir sebentar di Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung. Benteng ini dulunya merupakan basis perlindungan Belanda dari kemungkinan serangan pasukan Kraton. Seperti lazimnya setiap benteng, tempat yang dibangun tahun 1765 ini berbentuk tembok tinggi persegi melingkari areal di dalamnya dengan menara pemantau di empat penjurunya yang digunakan sebagai tempat patroli.

Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Monumen ini terletak di kawasan Nol kilometer, berada satu kompleks dengan Benteng Vredeburg yaitu tepat di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta.. Monumen ini dibangun untuk memperingati serangan tentara Indonesia terhadap Belanda pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini dilakukan untuk membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan untuk melawan Belanda. Saat itu serangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, yang tentu saja setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai dengan tanggal penyerbuan,monument yang diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1973 ini diberi nama Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.

Kawasan Malioboro merupakan salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja yang didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan anyaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.

Di malam hari banyak warung-warung lesehan yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.

Sumber:
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/market/malioboro/
http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Malioboro
http://www.smilejogja.com/serba-serbi/wisata-jogja/malioboro/
http://www.tembi.org/keraton_yogja/tugu.htm

Rabu, 01 Juni 2011

PAGUYUBAN DUKUH MADUKORO DIDEKLARASIKAN ; Dukung Cabup Pro Penetapan Keistimewaan DIY

WATES (KR) - Perjuangan pro penetapan keistimewaan Yogyakarta dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kulonprogo menjadi pembahasan pada deklarasi Paguyuban Dukuh Kabupaten Kulonprogo ‘Madukoro’ sekaligus pengukuhan Satuan Tugas (Satgas) Penetapan Keistimewaan DIY Kulonprogo di Gedung Kesenian Wates, Selasa (31/5).

Acara yang diikuti ratusan dukuh se-Kulonprogo dihadiri GBPH Prabukusumo, Bupati Kulonprogo H Toyo Santoso Dipo, Ketua Paguyuban Kades DIY H Muh Mulyadi, Ketua Paguyuban Dukuh DIY Semar Sembogo Sukiman Hadi Wijoyo, para camat dan kades di Kulonprogo.

Prabukusumo pada kesempatan tersebut menegaskan akan membawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika pengisian Gubernur dan Wakil Gubernur DIY melalui pemilihan. Jika upaya hukum juga tidak berhasil, dalam pemilu presiden mendatang masyarakat Yogyakarta hanya mendukung calon presiden yang pro penetapan Sultan dan Paku Alam (PA) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

“Dalam Pemilukada Kulonprogo dan Kota Yogya, kami hanya mendukung pasangan cabup maupun cawali yang mendukung keistimewaan Yogyakarta pro penetapan,” tegas Prabukusumo.

Sebelumnya, Ketua Umum Madukoro Mugiyatno menjelaskan, siap berjuang demi keistimewaan DIY. “Paguyuban Dukuh Madukoro, bukan parpol dan tidak akan berpolitik. Namun untuk memperjuangkan keistimewaan DIY, kami akan mendukung pasangan calon bupati yang mendukung penuh keistimewaan DIY dengan penetapan,” jelasnya.

Gudeg “Wijilan” Khasnya Jogja

Mau gudeg ya Jogja tempatnya. Di Jogja Anda akan temukan banyak sekali warung yang menjajakan makanan khas ini. Akan sangat nikmat bila disantap pada malam hari di lesehan-lesehan dipinggir jalan kota Jogja seperti di malioboro, apalagi suasana kota Jogja yang sangat khas dan ramah. Suasana seperti inilah yang membuat orang akan selalu mengenang dan ingin selalu kembali menikmati Gudeg di Jogja.

Menyebut gudeg Jogja, otomatis ingatan kita akan tertuju pada sebuah kampung yang terletak di sebelah timur Alun-alun Utara Kraton Jogja. Dari kampung inilah, masakan khas yang berbahan dasar ‘gori’ ini menjadi populer hingga seantero dunia. Tak heran wisatawan yang berkunjung ke Jogja rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini.

Warung gudeg yang berderet di sebelah selatan Plengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan) ini memiliki sejarah panjang. Ibu Slamet adalah orang pertama yang merintis usaha warung gudeg di tahun 1942. Beberapa tahun kemudian warung gudeg di daerah itu bertambah dua, yakni Warung gudeg Campur Sari dan Warung Gudeg Ibu Djuwariah yang kemudian dikenal dengan sebutan Gudeg Yu Djum yang begitu terkenal sampai sekarang.

Ketiga warung gudeg tersebut mampu bertahan hingga 40 tahun. Sayangnya, tahun 1980-an Warung Campur Sari tutup. Baru 13 tahun kemudian muncul satu lagi warung gudeg dengan label Gudeg Ibu Lies. Dan sampai sekarang, warung gudeg yang berjajar di sepanjang jalan Wijilan ini tak kurang dari sepuluh buah.

Gudeg Wijilan memang bercita rasa khas, berbeda dengan gudeg pada umumnya. Gudegnya kering dengan rasa manis. Cara memasaknya pun berbeda, buah nangka muda (gori) direbus di atas tungku sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya.

Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.

Ketahanan gudeg Wijilan ini memang cocok sebagai oleh-oleh, karena merupakan gudeg kering, maka tidak mudah basi dan mampu bertahan hingga 3 hari. Tak heran jika gudeg dari Wijilan ini sudah “terbang” ke berbagai pelosok tanah air, bahkan dunia.

Harganya pun variatif, mulai dari Rp 10.000,- sampai Rp 100.000,-, tergantung lauk yang dipilih dan jenis kemasannya. Bahkan ada yang menawarkan paket hemat Rp 5.000, dengan lauk tahu, tempe, dan telur.

Seperti kemasan gudeg-gudeg di tempat lain, oleh-oleh khas Jogja ini dapat dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg Wijilan ini dengan senang hati akan memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki.

Bahkan, di warung Gudeg Yu Djum menawarkan paket wisata memasak gudeg kering bagi Anda yang ingin memasak sendiri. Anda akan mendapat arahan langsung dari Yu Djum. Seharian penuh Anda akan belajar membuat gudeg, dari mulai merajang ‘gori’, meracik bumbu, membuat telur pindang, sampai mengeringkan kuah gudeg di atas api.

Melengkapi sajian nasi gudeg Wijilan akan lebih pas disertai minuman teh poci gula batu. Dijamin Anda akan ketagihan.

http://bisnisukm.com/gudeg-wijilan-khasnya-jogja.html